oleh ; Moh.Thoriqul Huda
ABSTRAK
Hubungan Agama dan Negara merupakan suatu hubungan timbal balik yang harus tetap di bina dan di lestarikan agar agama merasa nyaman dalam naungan suatu Negara dan begitu pula sebaliknya, kalau hubungan timbale balik yang baik ini terus terjalin maka proses menuju cita cita bersama yakni mensejahterahkan rakyat akan tetap ada.
Agama tidak mampu memberikan siraman rohanih tentang kebakan terhadap pemeluknya sedangkan Negara menjamin keberadaan agama dengan konstutusinya yang tetap di junjung tinggi bersama.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang konstitusinya menjamin kebebasan warganya dalam melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini kebebasan itu di jelaskan dalam UUD 45’ pasal 29 ayat 1 dan 2, sesuai dengan konstitusi tersebut yang telah kita junjung bersama maka Negara tidak boleh menekan atau menyuruh warganya untuk memeluk suatu agama tertentu.
PENDAHULUAN
Seperti diketahui, dinamika hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban/kebiadaban umat manusia. di samping dapat melahirkan kemajuan besar, hubungan antara keduanya juga telah menimbulkan malapetaka besar. tidak ada bedanya, baik ketika negara bertahta di atas agama (pra abad pertengahan), ketika negara di bawah agama (di abad pertengahan) atau ketika negara terpisah dari agama (pasca abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini).
Pola hubungan ronde pertama dan kedua sudah lewat. bahwa masih ada sisa sisa masa lalu, dalam urusan apa pun termasuk hubungan negara agama, bisa terjadi. tapi, sekurang kurangnya secara teori, kini kita telah merasa cocok di ronde ketiga yakni terjadinya kerja sama yang saling menguntungkan antara agama dan Negara selain itu agama juga menjadi urusan pribadi maisng masing personality dan Negara manjadi urusan public.
Indonesia merupakan Negara yang multicultural yang banyak menaungi baragam agama, agama yang sekarang ada di Indonesia (islam, konghucu, Kristen, budha, hindu) dan telah di akui oleh pemerintah adalah agama yang modern yang masuk ke nusantara dan bukan muncul dari tradisi daerah sendiri, sebenarnya kalau kita tilik lebih jauh sejarah bangsa, indoneisa mempunyai beragam agama kedaerahan yang muncul dari berbagai tradisi masyarakat pada zaman dahulu diantaranya adalah sundan wiwitan (kanekes, banten), agama djawa sunda(kuningan, jawa barat), buhun (jawa barat), kejawen (jawa tengah, jawa timur), parmalim (Sumatra barat), kaharingan (kalimantan), tonaas walian (minahasa, Sulawesi utara), wetu telu (lombok), tolottang (Sulawesi selatan).
Agama di Indonesia mempunyai peran yang penting dalam membentuk karakter ahlakul karimah dalam jiwa msyarakat Indonesia karena agama setiap hari memberikan siraman rohani kepada umat nya agar senantiasa melakukan kebaikan sedangkan keberadaan agama di Indonesia juga mendapatkan jaminnan dari pemerintah dalam hal ini di bawah naungan departemen agama republic indonesia.
Seiring dengan berkembangnya zaman banyak problematika yang menyertai hubungan agama dan Negara, lalu bagaimana dengan sekarang ini sudah mampukah agama menjalankan perannya sebagai agama yang berada dalam naungan Negara indonesia, dan bagaimana pula Negara mampu menjamin kebebasan masyarakatnya dalam menjalankan proses ibadahnya menurut kepercayaanya masing masing sesuai yang di atur dalam UUD 45’
PEMBAHASAN
Negara adalah: himpunan suatu masyarakat yang bercita cita menegakkan hak dan keadilan bagi segenap rakyat serta berusaha untuk memudahkan jalan mencari penghidupan dengan penuh kebahagiaan dan kedamaian .
Keberadaan negara, seperti organisasisecara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik dan pemenuhan hak hak rakyat oleh pemerintah begitu pula sebaliknya. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman baik yang di jamin dalam UUD45’ maupun dalam peraturan pemerintah. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya dan dalam melakukan hak hak dasar mereka.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
Sedangkan Agama adalah suatu peraturan yang meliputi masalah masalah kepercayaan dan ibadah yang menghubungkan ikatan segenap umat manusia antar a satu dengan yang lainnya dan mempersatukan pemeluknya sehingga menjadi satu umat yang di jiwai oleh kesatuan rohaniah.
Semua agama memberikan pengajaran terhadap pemeluknya untuk selalu berbuat kebaikan, baik dengan sesama manusia maupun dengan tuhan, seperti yang di ajarkan dalam agama islam yang mengajarkan agar selalu menjaga hubungan baik dengan allah dan juga dengan masyarakat sekitar (hablum minallah wa habblum minannas)
Dengan dua pengertian diatas jelas menunjukan bahwa relasi antar keduanya erat sekali dan menunjukan arti yang positif, kalau Negara bercita cita mewujudkan kerjasama antar segenap umat manusia maka agama adalah merupakan salah satu factor yang amat penting dalam menegakkan prinsip tersebut yang dilandasi oleh imanahlakul karimah dan syari’ah,
Kalau agama hendak mencapai tujuannya tersebut dengan berpedoman pada perasaan kejiwaan dan keyakinan maka agama bersama sama Negara mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk mencapai tujuannya itu,kalau agama senantiasa merupakan factor terpenting dalam membentuk susunan masyarakat yang harmonis ,dan membina kemajuan bangsa sebagaimana penegas para sosiolog, maka jelas agama adalah merupakan unsur asasi dalam menegakkan Negara dan mensukseskan tujuannnya serta membawa misinya.
Nur cholis majid dalam sambutannya berkata: “memang antara agama dan Negara tidak dapat dipisahkan namun keduanya harus tetap dibedakan dalam dimensi dan cara pendekatannya karena suatu negara tidak mungkin menempuh dimensi spiritual guna mengurus dan mengawasi motivasi atau sikap batin warga Negara maka tak mungkin pula memberikan predikat kegamaan pada suatu Negara .
Indonesia merupakan Negara yang plural dan menaungi banyak agama (islam, konghucu, Kristen, budha, hindu), kesemua agama tersebut di akui keberadaannya oleh pemerintah dalam hal ini departeman agama yang berasas pada pancasila dan UUD 45’
Tugas Departemen Agama, sebagaimana nama yang disandangnya adalah melakukan pembinaan dan pelayanan kehidupan umat beragama. Tugas ini cakupannya jika dirinci cukup luas, mulai dari merumuskan kebijakan nasional di bidang keagamaan, melaksanaan pembinaan dan pelayanan, termasuk pembinaan kerukunan umat beragama. Yang tampak menonjol, dalam membina umat beragama selain melalui tempat-tempat ibadah, adalah melalui pendidikan agama.
Dalam melaksanakan kebijakannya, Departemen Agama memiliki beberapa direktorat jendral sesuai dengan jenis tugas dan agama yang hidup dan berkembang di Indonesia. Sementara ini, ada dirjen pendidikan Islam, dirjen haji, dirjen pembinaan masyarakat Islam, dirjen pembinaan agama kristen Kantholik, dirjen pembinaan agama kristen protestan, dirjen pembinaan agama Hidndu, dirjen agama budha. Agama Kong Hu Cu, sementara masih berada di bawah Sekretaris Jendral Departemen Agama.
Dengan mengelola departemant yag di naunginya hingga dalam jumlah yang besar ini, maka Departemen Agama mendapatkan anggaran yang cukup besar. Menurut catatan, departemen agama mengelola lembaga pendidikan tidak kurang dari 20 % dari keseluruhan jumlah lembaga pendidikan yang ada di tanah air ini. Anggaran itu, selain digunakan untuk membiayai operasional pembinaan keagamaan masing-masing agama, dialokasikan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan di masing-masing direktorat jendral pembinaan agama yang berbeda-beda itu.
Di dalam pancasila sila pertama di sebutkan “ketuhanan yang maha esa” itu berarti semua agama yang ada di indonasia harus mempunyai dan mengakui tuhan yang esa (satu), sedangkan dalam UUD 45’ di terangkan dalam BABXI mengenai tentang agama pasal 29:
1. Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan beribadat menurut agama an kepercayaannya itu .
Dari pasal di atas di terangkan bahwasannya Negara Indonesia menjamin setiap warganya untuk beragama dan menjalankan ibadatnya menurut agama yang mereka yakini.
Pada sekitar tahun 50-an Sejak awal pendirian NKRI hingga Pemilihan Umum di tahun 1955, partai-partai politik berasis Islam telah berupaya sekuat tenaga untuk menggolkan Islam sebagai ideology (bukan pancasila) Negara hal ini di karenakan islam merupakan agama mayoritas di nusantara ini dan hukum hukumnya juga sangat tegas, seperti “nyawa yang harus di ganti dengan nyawa”. Namun, kekalahan di Pemilihan Umum, serta menguatnya rezim Orde Baru, akhirnya menurunkan pamor dan dukungan rakyat terhadap mereka (yang menginginkan Negara berbasis syari’ah islam). Selama hampir tiga dasawarsa, pergerakan mereka hanya terfokus pada kajian-kajian di kalangan terbatas. Namun angin segar reformasi berhasil membawa mereka tampil kembali di tengah-tengah masyarakat. Ada yang memilih untuk tetap berada di luar sistem pemerintahan, namun ada pula yang ikut terjun ke dunia perpolitikan dengan membentuk partai Islam.
hal ini dapat dipahami sebagai reaksi atas ketidakpuasan masyarakat terhadap lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Katakanlah, untuk memberantas media-media porno, prostitusi, judi, narkoba, dan sumber penyakit masyarakat lainnya yang semuanya juga dilarang dalam ajaran syari’at islam, aparat penegak hukum dinilai kurang “menggigit”. Apalagi untuk menghukum para koruptor triliunan rupiah, butuh waktu bertahun-tahun hanya untuk mengumpulkan berkas-berkasnya,
Namun di sisi lain ada pula pihak pihak yang menentang hal di atas dengan beberapa alas an dan memilih untuk mnjadikan Negara sekuler yakni pemisahan antara urusan agama dan Negara dengan beberapa alasan:
1. Negara harus mengikuti perkemangan ilmu pengetahuan dan peneman penemuan ilmiah yang justru bertentangan dengan tradisi tradsi dan faham faham dogmatis
2. Negara adalah milik bersama makanyatidak boleh membeda bedakan antara satu golongan dengan goongan lain, tidak boleh member dispensasi perlidungan terhadap salah satu pihak melebihi pihak yang lain.
3. Kekuasaan Negara harus berada di tangan rakyat yaitu dasar yang di pakai seluruh Negara demokrasi yang menyemboyankan Negara adalah milik rakyat dari rakyat dan untuk rakyat, seluruh Negara jika berdiri diatas kehendak seseorang saja maka pasti akan mengalami kehancuran .
Pada tahun 1998 Indonesia (pemerintah) memliki hubungan baik dengan agama agama yang di naunginya serta menjunjnung tinggi pluralisme beragama hal ini di tandai dengan di resmikannya agama konghucu sebagai salah satu agama resmi Negara Indonesia akan tetapi berbeda dengan ahir ahir ini yang mana pemerintah semenah mena dalam menindak dan memberangus aliran aliran kepercayaan yang di klaim sebagai aliran sesat oleh suatu lembaga tertentu, dengan alasan bahwa aliran ini ajarannya tidak benar, atau karena aliran ini meresahkan banyak masyarakat sehingga harus di tindak, hal ini secara tidak langsung tentu menyalahi UUD 45’ pasal 29 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”,
pemerintah seharusnya lebih teliti lagi dalam menentukan kebijakannya mengenai kemunculan aliran aliran baru yang ahir ahir ini berkembang pesat seiring dengan proses berfikir masyarakat yang semakin kreatif dan beragam dalam memahami kehidupan beragama dan ajaran agama.
Para sosiolog teoritis politik islam merumuskan beberapa teori tentang hubungan agama dan Negara, teori teori tersebut secara garis besar dibedakan menjadi tiga paradigma pemikiran:
1. Paradigma Integralistik
Dalam paradigma ini agam dan Negara menyatu, Negara merupakan lembaga politik dan keagamaan, karenannya menurut paradigma ini kepala Negara adalah pemegang kekuasaan agama dan politik, pemerintahannya di dasarkan pada kadaulatan ilahi karena mereka mayakini bahwa kedaulatan berasal dan dari tangan tuhan .
Oleh karena itu dalam paham ini rakyat yang menaati segala katentuan negara berarti ia taat pada agama sebaliknya memberontak dan melawan Negara berarti melawan agama yang juga berarti melawan tuhan, Negara dengan model demikian tentu saja sangat potensial terjadinya otoritarianisme dan kesewenang wenangan penguasa, karena r akyat tidak dapat melakukan control terhadap penguasa yang selalu berlindung di balik agama .
Contoh dari keberadaan Negara model ini adalah Negara Lebanon yang mana dulu para Rijaluddin atau tokoh tokoh agama berkreasi di balik layar parlemen, mereka mengatur semua urursan permainan politik dan hokum di balik layar parlemen ,
2. Paradigma Simbiotik
Dalam paradigma ini, suatu hubungan (Negara dan agama) bersifat timbale balik dan saling memerlukan, dalam hal ini agama memerlukan Negara karena dengan Negara agama mampu berkembanag begitu pula sebaliknya karena agama Negara mampu berkembanga dalam bimbingan dalam etika dan moral spiritual.
Dengan demikian dalam paradigma simbiotik ini masih tampaknya adanya kehendak “mengistimewakan” penganut agama mayoritas untuk memberlakukan hokum hokum agamanya di bawah legitimasi Negara,atau paling tidak karena sifatnya yang simbiotik tersebit, hukum hukum agama masih punya peluang untuk mewarnai hukum hukum Negara bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hokum agama di jadi sebagai hukum nagara .
3. Paradigma Sekuleristik
Paradigma ini menolak kedua pandangan diatas sebagai gantinya ini mengajuka n pemisahan antara agama dan negara , sedangkan yang dimaksud sekuler disini adalah pemisahan agama dan Negara sehingga Negara tidak menjadikan agama sabagai instrument politik tertentu karenannya tidak da ketentyan ketentuan keagamaan yang diatur melalui legislasi Negara, agama adalah menurut pemeluknya masing masing yang tidak ada sangkut pautnya dengan Negara, adapun kalau ada urusan yang memerlukan pemaksaan maka cukup dilakukan oleh pemeluk agama sendirir, dan menjadikan ajaran agama sebagai sebagai hokum nasional ,
Jadi pemerintah harus mampu menjalin hubungan baik dengan agama yang ada di naungannya dan mampu membina hubungan timbale balik yang baik pula sehingga bisa saling menguntungakan, dan tidak lagi bertindak semenah menah dalam menentukan tindakan terhadap aliran aliran yang ahir ahir ini banyak bermunculan,
PENUTUP
Indonesia adalah Negara yang kaya akan suku dan budaya, agama,dan juga menjunjung tinggi pluralisme.
Semua kebebasan beragama dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing masing telah di atur dalam konstitusi pemmerintah dan di junjung tinggi oleh masyarakat Indonesia, agama dan Negara mempunyai cita cita yang sama yakni mensejahterahkan dan memberikan keadilan terhadap warganya, untuk mencapai cita cita yang mulia tersebut maka antara agama dan Negara harus menjalin hubungan yang baik dan tidak boleh ssaling menekan.
Jadi baik agama maupun Negara harus menjalankan sesuai dengan kapasitasnya masing masing, kal agama memberikan siraman rihani kepada para pemeluknya sedangkan Negara menjamin hak hak para pemeluk agama unntuk menjalankan ibadahnya dan memeluk agamanya.
DAFTAR PUSTAKA
- As-Siba’I musthofa,Agama dan Negara, Surabaya :CV.Asia Afrika,1978
- Harir Hamzarir Muhammad , Agama dan Negara ,Jakrta ; PT.Raja Grafindo Persada, 2004.
- UUD 45’,Surabya: CV.Pustaka Agung Harapan,
- Waid Marjuki , Fiqh Madhab Negara ,Yogyakarta :LKIS,2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar