Rabu, 23 Maret 2011

“Dialektika Transformasi Hindu ke-Islam” (Studi Penelitian Tradisi Manganan Perahu Masyarakat pesisir pantai di Tuban Jawatimur)

Oleh : Moh.Thoriqul Huda

Abstract
Masyarakat jawa terkenal dengan kehidupannya yang kental dengan nuansa animisme dinamisme, tradisi jawa masyarakat jawa yang berkembang di masyarakat juga tidak luput dari nuansa mistis, sebut saja ritual sesaji yang dahulu kental dikehidupan masyarakat jawa, kedatangan budaya dan agama di jawa juga mampu memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan tradisi jawa sehingga terjadi proses akulturasi dan dialektika, agama hindu dan budha yang pertama datang ke jawa memberikan pengaruh terhadap keberadaan tradisi jawa tersebut, islam sebagai agama yang datang sesudah Hindu - Budha juga memberikan pengaruh yang besar terhadap tradisi jawa, proses dialektika transformasi Hindu-Budha ke islam terjadi dalam proses pelaksanaan ritual Sedekah laut (dalam istilah masyarakat Kecamatan Palang kabupaten Tuban dikenal dengan istilah manganan perahu ) di masyarakat peisir pantai Tuban Jawatimur, hal ini yang kemudian terjadi akulturasi antara tradisi jawa dengan islam.

Kata kunci: Tradisi Jawa, Akulturasi Hindu-Jawa, Akulturasi Islam-Jawa.
A. Latar Belakang Masalah
Artikel ini hasil penelitian dan mencoba untuk membaca fenomena keberagamaan orang-orang Jawa yang tetap eksis meski harus berhadapan dengan agama-agama di sekitarnya. Kekuatan budaya Jawa terletak pada sifatnya yang terbuka terhadap budaya asing yang masuk di dalamnya. Mulder mengamini hal ini, bahwa budaya Jawa memiliki kekuatan dan kemampuan integritas untuk menemukan jalan dan menyesuaikan diri dengan dunia baru dan dengan perubahan sosial .
Kekuatan istimewa tersebut adalah kemampuan budaya Jawa untuk tetap bertahan, meski dibanjiri oleh berbagai kebudayaan yang datang dari luar. Dalam arus banjir tersebut ia mempertahankan keasliannya. Orang Jawa sangat sadar serta bangga dengan kontiyuitas kebudayaan mereka. Kebanggaan ini begitu mendarah daging, sehingga hampir semua bisa ditolerir, asalkan dapat diadaptasi dan diterangkan dari sudut pandang Jawa.Mereka tidak menganggap bahwa budaya-budaya baru yang masuk di tanah mereka sebagai ancaman, melainkan sebagai pengkayaan khazanah kebudayaan Jawa itu sendiri .
Budaya yang akomodatif menjadikan Jawa begitu “ramah” bagi agama-agama baru yang mendatanginya. Namun demikian, lima agama yang masuk di tanah Jawa – Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan Katolik – tidak dapat menancapkan “kuku-kukunya” secara menyeluruh dan konsisten dan yang terjadi adalah proses sinkretisme antara agama-agama tersebut dengan budaya Jawa; masing-masing agama mempengaruhi budaya Jawa dan demikian sebaliknya.
Sebelum islam merambah di pulau jawa, agama Hindu dan Budha telah terlebih dahulu menyebar di tanah jawa, keberadaan agama hindu dan Budha tentu memberikan pengaruh besar terhadap keberadaan tradisi jawa yang telah berkembang di masyarakat, unsur-unsur Jawa juga terlihat dominan atas ajaran dan budaya Hindu-Buddha, Franz Magnis-Suseno mencatat empat proses Jawaisasi agama Hindu dan Buddha dalam beberapa perubahan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa terhadap ritual, ritus dan budaya agama Hindu dan Buddha , Pertama, perubahan fungsi candi-candi yang ada, selain sebagai tempat peribadatan, juga sebagai kuburan para raja (baca: nenek moyang) yang telah meninggal. Sebagai perumpamaan, candi Borobudur yang didirikan oleh umat Buddha Mahayana selain sebagai tempat ibadah, juga digunakan sebagai tempat pemakaman Raja Syailendra. Demikian halnya candi Larajonggrang yang dijadikan pemakaman raja-raja Mataram yang beragama Hindu, Kedua, proses sinkretisasi agama Hindu dan Buddha oleh masyarakat Jawa adalah bentuk usaha Jawa untuk mempersatukan hal-hal yang berbeda, mengukuhkan relativisme atas perbedaan-perbedaan formal, dan mempertemukan ajaran-ajaran yang substantif serta menolak setiap ajaran keagamaan yang eksklusif. Ketiga, distorsi praktek ritual Hindu-Buddha menyesuaikan dengan budaya Jawa, yakni ritual keagamaan yang ada harus bisa mencapai kesaktian para raja dengan jalan memperoleh baik kesaktian Siwa maupun Buddha dan menambahkannya pada dewa-dewa yang sudah diwariskan dari nenek moyangnya sendiri. Dan keempat, penggantian bahasa Sanskerta dengan bahasa Jawa kuno.
Setelah keberadaan Hindu- Budha di pulau Jawa, islam mulai datang dan menyebar di pulau Jawa, Berdasarkan catatan sejarah pada ahir abad ke 15 di Jawa tepatnya di Demak telah beridri sebuah kerajaan islam, satu abad berikutnya penduduk seluruh Jawa telah dapat di islamkan kecuali dibagian pedalaman dan pegunungan , dari catatan sejarah ini paling tidak dapat diperkirakan bahwa ,masyarakat jawa telah mengenal islam sejak abad 15.
Pada abad ke 16 penduduk jawa telah dapat di islamkan tetapi tidak berarti mereka telah memahami arti islam serta mengamalkannya, Raffles menegaskan bahwa hanya beberapa orang saja yang sebenarnya memiliki pengetahuan cukup tentang islam mengamalkan ajaran islam dan prilakunya sesuai dengan syari’at islam, dengan kata lain mereka percaya kepada allah yang maha kuasa, Muhammad sebagai rosulnya dan mengerjakan beberapa perintah ibadah tetapi sebenarnya mereka sangat sedikit sekali mengetahui doktrin doktkrin islam , oleh masyarakat Jawa hal ini dipresepsikan bahwa orang jawa hanya mengambil islam sebagai identitas, Islam Jawa adalah islam ktp, Islam Nominal, Islam Sinkretik atau abangan dan hefener lebih suka dengan sebutan islam Javanism .
Dalam kaitannya dengan performen keislaman Jawa maka Zamakhsyari membagi tahap tahap pengislaman orang jawa dalam dua gelombang besar, tahap pertama adalah gelombang pengislaman orang jawa menjadi islam sekedarnya, yaitu sekedar pengakuan yang belum sampai pada tahap pemahaman subtansi dan pengamalan ajarannya, tahap kedua adalah gelombang pemantapan pelan pelan menggantikan kehidupan lama tetapi tidak pernah selesai, misalnya islam sebagai syari’ah belum pernah diterapkan secara menyeluruh di Jawa inilah yang oleh benda , fachry dan Bachtiar disebut sebagai sebuah proses yang tidak pernah selesai.
Proses pengislaman ini semakin lama semakin intens dan hasilnya seperti tampak pada keislaman penduduk di pulau jawa, mislanya sejak awal tahun 1970-an mulai terjadi antusiasme keberagaman (relegiousitas), atau sntrinisasi yang lebih intens baik dilapisan bawah menegah maupun kalangan atas, di kota maupun di desa, hal ini diuktikan dengan semakin besarnya umat islam pada ibadah dengan mengunjngi masjid, Sholat dan puasa, mengenakan busana muslimah dan bertmbahnya organisasi maupun lembaga lembaga social yang berorientasi islam.
Proses pengislaman itu hingga sekarang masih berlangsung, khususnya di pesisir pantai tuban khususnya desa palang meskipun hal ini sebenarnya telah dimulai sejak awal 1970-an, seperti umunya pedesaan jawa lainnya, penduduk Palang hampir semuanya beragama islam, hanya beberapa orang yang saja yang non islam, akulturasi budaya pun terjadi antara islam dan tradisi local masyarakat palang seiring dengan membuminya islam di palang.
Seperti diketahui Masyarakat jawa pada satu abad yang lalu sebagian masyarakatnya memiliki kepercayaan yang kuat terhadap keberadaan dunia mistis, kepercayaan masyarakat Jawa ini melahirkan beberapa teori yang turun temurun dari generasi kegenerasi, menjadi salah satu kepercayaan warisan yang kemudian masih dilakukan sejak saat ini.
Jawa yang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia juga memiliki keaneka ragaman budaya, selain kebudayaan yang bersifat mistis, masyarakat jawa juga mengenal adanya kebudayaan arsitektur seni musik, seni tari dan masih banyak kebudayaa lain yang ada dan masih eksis dikalangan masyarakat Jawa
Sebagaimana dimaklumi bahwa tradisi niscaya ada titik permulaannya yang memungkinkan diwariskan secara turun temurun tidak mungkin suatu kegiatan religi yang sakral kemudian muncul dari suatu kejadian yang tidak mempunyai bobot dan makna sehingga kegiatan di pertahankan dan diwariskan.
Tradisi sedekah laut yang kemudian dalam masyarakat didesa palang kabupaten Tuban di beri nama dengan “manganan perahu” cenderung masih di lakukan tiap tahunnya, masyarakat Jawa yang pada umunya beragama Islam tetap melakukan dan mempertahankan upacara upacara ritual yang mereka percaya itu .
Dalam sejarah masyarakat jawa pengaruh kepercayaan terhadap hal hal yang bersifat mistis begitu kuat, maka pada zaman dahulu mereka sering menghubungkan suatu kejadian dengan kejadian lain yang dianggap sebagai dampak suatu fenomena.
Tradisi manganan perahu di desa palang merupakan bagian dari fenomena masyarakat palang yang masih mempercayai dunia mistis yang telah diwariskan secara turun temurun, tradisi manganan perahu berkembang seiring dengan pola akulturasi dengan keberadaan agama islam dan hindu.
Dari artikel ini akan diuraikan fenomena pokok dalam penelitian ini adalah terjadinya transformasi akulturasi tradisi masyarakat pesisir Tuban, yaitu pergeseran dari akulturasi terhadap Hindu Bertransformasi menjadi islam, Jadi yang perlu di bahas disini, misalnya apakah proses islamisasi di desa palang berpengaruh pada tradisi manganan perahu yang berakulturasi dengan agama Hindu, kemudian bagaimanakah tipologi masyarakat palang sebelum dan sesudah islam datang ke desa palang.

B.Deskripsi Upacara Mangananan Perahu
Upacara mangan Perahu atau yang lebih umum dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan larung laut atau sedekah laut merupakan tradisi turun temurun masyarakat pantura yang diwariskan oleh nenek moyang mangan perahu merupakan bagian dari tardisi masyarakat desa Palang kecamatan Palang kabupaten Tuban yang sudah ada sejak zaman dahulu, awal mula dari tradisi upacara mangan perahu ini tidak jelas karena sudah dilaksanakan masyarakat desa palang secara turun temurun.
Masyarakat desa palang tempo dulu dan sekarang mempunyai perbedaan dalam melaksanakan upacara mangan perahu, hal ini dikarenakan adanya akulturasi budaya dan sinkretisisme dari agama yang berkembang, menurut Yusuf Abdullah Puar ada beberapa tipe aliran keagamaan:
1. Aliran kepercayaan yang lebih condong atau sinkretis terhadap agama islam
2. Aliran Kepercayaan yang lebih condong atau sinkretis terhadap agama Budha.
3. Aliran Kepercayaan yang lebih condong atau sinkretis terhadap agama Hindu.
4. Aliran Kepercayaan yang lebih condong atau sinkretis terhadap agama Kristen.
5. Aliran Kepercayaan yang lebih condong atau sinkretis terhadap agama Konghucu.
Dari Tipe tipe aliran kepercayaan yang dipaparkan oleh Yusuf Abdullah Puar diatas maka dapat kita ketahui dan kita telaah bahwa upacara mangan Perahu masyarakat desa Palang kecamatan Palang kabupaten Tuban telah tersinkretisisasi oleh keberadaan agama yang berkembang. Sinkretisme pertama berasal dari agama Hindu dan sinkretisme kedua berasal dari agama Islam.
Oleh karena itu penulis membagi 2 tipe upacara mangan perahu di desa Palang kecamatan Palang kabupaten Tuban yakni pertama upacara mangan perahu yang sinkretis terhadap agama Hindu dan upacara mangan perahu yang sinkretis terhadap agama Islam.

C. Upacara manganan perahu yang sinkretis terhadap agama Hindu
Mitos yang berkembang dan dipercaya oleh masyarakat desa Palang bahwa upacara mangan perahu dapat memberikan keselamatan pada nelayan ketika melaut, dan mampu memberikan rizki yang melimpah.
“Menurut malinowski mitos atau cerita cerita suci harus diurmuskan menurut fungsinya, mitos merupakan kisah yang diceritakan untuk menetapkan kepercayaan tertentu, berperan sebagai peristiwa pemula dalam suatu upacara atau ritus, atau sebagai model tetap dari perilaku moral maupun religius, karenannya mitologi atau tradisi suci dari suatu masyarakat adalah kumpulan cerita yang menentukan ritus mereka, yang berlaku sebagai peta peraturan social maupun sebagai model tetap tingkah laku moral mereka” .

Awal mula Upacara mangan perahu dan tujuannya yang telah dipercaya oleh masyarakat desa Palang merupakan bagian dari mitos yang dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi suatu ritus tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat desa Palang, setiap tahun masyarakat desa Palang melaksanakan upacara mangan perahu dengan menjunjung tingggi semangat kebersamaan.
Pada awal mulanya upacara mangan perahu yang masih sinkretis terhadap agama hindu adalah model kepercayaan primitife suatu masyarakat yakni dengan melakukan suatu upacara yang dipersembahkan pada roh roh yang menguasai laut hal ini bertujuan agar roh roh yang ada dilaut memberikan penghasilan tambah atau memberi keselamatan terhadap para nelayan desa palang yang melaut.
Oleh karena itu simbol keagamaan Hindu sangat kental dan mewarnai upacara mangan perahu di desa Palang pada awalnya, diantara simbol yang kental dan sering digunakan tempo dulu adalah dengan menyembelih hewan sapi atau kerbau dan memotong kepala sapi atau kerbau kemudian di letakkan di tengah tengah laut.

D. Deskripsi Upacara manganan perahu yang sinkretis terhadap agama Hindu
Sebelum memulai melaksanakan upacara mangan perahu warga desa yang di koordinir oleh pengurus desa mengambil sumbangan dari tiap tiap kepala keluarga untuk memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan upacara mangan perahu, sumbangan yang berbentuk dana tersebut kemudian dibelikan keperluan untuk melaksanakan upacara manganan perahu termasuk untuk membeli sapi atau kerbau sebagai salah satu hal pokok yang harus ada dalam upacara tersebut.
Ketika pagi datang, sinar matahari mulai menghangatkan air laut di satu hari salah satu dari bulan Selo (kalender jawa dan pelaksanaan upacara manganan perahu tidak bisa ditentukan tanggalnya hal itu dikarenakan tergantung dari kondisi ekonomi masyarakat desa Palang sendiri), para masyarakat mulai bergegas menuju bibir pantai untuk mengikuti upacara mangan perahu, seorang pemimpin desa atau pamong desa memimpin arakan gundukan tumpeng dan makanan khas lainnya, di antara beberapa gundukan yang di bawa ketengah laut tersebut dengan menggunakan perahu ada salah satu yang berupa kepala sapi yang kemudian bersama dengan gundukan yang lainnya ditaruh di tengah laut, bahkan sampai bekas dari larung sesaji ditengah laut tersebut dianggap keramat oleh penduduk desa palang, sehingga tidak ada perahu yang berani lewat disekitar tempat bekas larung “Gundukan” tersebut .
Zaman saya kecil dulu manganan perahu masih sangat kental dengan menyembelih sapid an kemudian kepalanya di potong dan di letakkan di anjir , bahkan di anjir tersebut kemudian banyak roh roh halusnya sampai terkadang tidak berani untuk lewat dekat situ ”
Sebelum gundukan di larung kelaut terlebih dahulu pemuka desa atau pamong desa membacakan do’a untuk meminta permohonan agar diberikan keselamatan dalam melaut, sesudah do’a selesai baru kemudian gundukan yang berisi makanan dan kepala sapi tersebut di larung kelaut lepas, seketika itu pula ratusan warga yang sudah siap di atas perahu mereka terjun kelaut dan kemudian memperebutkan gundukan yang berisi makanan, untuk gundukan yang berisi kepala sapi mereka ambil dan kemudian di letakkan di plawangan perahu .Menjelang sore Setelah selesai melarung gundukan para warga dan sesepuh desa kembali ke pantai untuk kemudian beraktifitas sesuai dengan kesehariannya masing masing.

E. Upacara manganan perahu yang sinkretis terhadap agama Islam
Kedatangan Islam di pulau jawa memberikan pengaruh yang besar terhadap kepercayaan masyarakat jawa dalam hal kepercayaan, masyarakat jawa yang pada umumnya mayoritas beragama hindu, animisme dan dinamisme kemudian secara perlahan beralih ke agama islam, Wali songo yang menjadi ujung tombak menyebarkan islam di pulau jawa tidak merubah seratus persen kepercayaan masyarakat jawa pada waktu itu akan tetapi kebanyakan dari para wali mengisi kegiatan yang berlaku dan menjadi kebiasaan masyarakat dengan ajaran Islam, seperti hal nya tahlilan yang sebenarnya itu merupakan tradisi masyarakat dulu dan dimasuki dengan ajaran islam.
Hal itu pula yang kemudian berlaku pada masyarakat desa palang kecamatan palang kabupaten tuban, kedatangan islam di daerah tuban memberikan pengaruh terhadap kebiasaan atau adat yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat, Upacara manganan perahu yang sebelumnya identik dengan charisma ke-hinduan ahirnya secara perlahan dengan masuknya agama islam berubah menjadi upacara yang tetap sama akan tetapi nuansa keislaman kental sekali mewarnai prosesi upacara tersebut.
Tidak hanya sampai disitu islam memberikan pengaruh terhadap kebudayaan masyarakat temo dulu, perbedaan interpretasi terhadap al-qur’an sebagai kitab pedoman umat islam memunculkan beberapa kelompok dalam islam, keberadaan kelompok kelompok islam yang berbeda interpretasi juga mampu meberikan pengaruh terhadap adanya budaya masyarakat yang sudah dilakukan sebelum islam datang, ada kelompok yang menganggap bahwa semua ajaran dan kebiasaan masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan konsep kpnsep dan kebiasaan yang telah diwariskan nabi maupun yang termaktub dalam al-Qur’an tidak boleh dilakukan dengan mengatasnamakannya dengan tindakan bid’ah, ada pula kelompok yang menganggap tetap mempertahankan kebiasaan tempo dulu disertai dengan memasukkan nuansa ajaran islami.
Beberapa kelompok yang tergolong tipe kelompok pertama atau kelompok garis keras meruntuhkan kebiasaan masyarakat sebelum islam tersebut dan mengubahnya dengan budaya atau kebiasaan yang sesuai diajarkan oleh nabi, hal ini yang kemudian membuat beberapa upacara dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat jawa sebelum islam hilang begitu saja tanpa meninggalkan bekas hanya karena ke-egoisan kelompok yang radikal dengan mengatasnamakan bid’ah,
Upacara manganan perahu juga tidak luput dari pengaruh kelompok kelompok islam garis keras yang kemudian tanpa memeprtimbangkan nilai nilai budaya langsung memberangus nilai nilai budaya asli masyarakat jawa, Upacara manganan perahu yang dilakuakan oleh hampir setiap desa di daerah pantai di kecamatan palang, sekarang hanya tinggal desa palang sendiri yang melaksanakan upacara tersebut hal ini tentu dikarenakan interfensi dan dogma kelompok islam,
Zaman dahulu hampir semua desa yang ada dikecamatan palang yang bearada di bibir pantai melaksanakan uapacara manganan perahu atau sedekah laut akan tetapi setelah keberadaan organisasi ideologis kemasyarakatan (sebut saja : NU, Muhammadiyah) di kecamatan palang memberikan pengaruh terhadap keberadaan upacara manganan perahu tersebut, sehingga dibeberapa desa upacara manganan perahu di hapus dari kebiasaan masyarakat pesisir tuban dan ada juga yang masih tetap bertahan dengan menggabungkan nilai nilai islam dengan kebudayaan manganan perahu.

F. Deskripsi Upacara Manganan perahu yang sinkretis terhadap agama islam
ketika pagi datang di salah satu hari di bulan Selo, masyarakat desa palang mempersiapkan makanan yang terdiri atas buah buahan dan nasi yang ditaruh diatas talam yang kemudian dibawa ke perahu, setiap warga desa yang mempunyai perahu harus mempersiapkan makanan yang ditaruh diatas talam
setelah makanan diatas perahu datang kemudian datang para nelayan yang lain untuk duduk bersama diperahu ngobrol ngbrol bersama sambil menunggu pamong desa untuk mendo’akan makanan tersebut, setelah do’a selesai kemudian secara bersama sama para nelayan memakannya, bahkan terkadang kalau lebih juga mereka bawa pulang kerumah masing masing untuk dimakan bersama keluarganya .
Do’a do’a yang dipanjatkan tentu do’a do’a islami yang ditujukan kepada Allah SWT, dan tujuannya dari upacara manganan peahu yakni bersyukur terhadap tuhan yang maha esa karena telah memberikan rizki yang melimpah.
Setelah proses makan makan dilaut selesai kemudian saat malam hari dilanjutkan lagi dengan makan makan bersama dirumah juragan perahu, sambil di siapkan minuman khas daerah Tuban yakni Toak , kebiasaan minum toak ini yang masih menjadi prilaku negative yang sampai saat ini masih mewarnai pelaksanaan upacara manganan perahu yang telah sinkretis terhadap agama islam,
Saat dinginnya uadara malam mulai menusuk di badan, beberpa warga nelayan mulai pulang kerumahnya masing masing, ada juga yang mamsih dirumah juragan perahu sampai pagi sambil ngbrol ngobrol dengan teman temannya.

G. Kesimpulan
Keberadaan tradisi masyarakat jawa yang kental akan ritual dunia mistis memang tidak bisa di hilangkan dari sejak zaman dahhulu sampai sekarang, pengaruh dari kebudayaan atau keagamaan lain tidak mampu menghapus keberadaan tradisi jawa tersebut, sehingga yang terjadi adalah proses akulturasi budaya dengan agama yang berkembang, Hindu yang merupakan agama pertama yang datang ke pulau jawa memberikan pengaruhnya terhadap proses pelaksanaan tradisi jawa, agama hindu yang cenderung animisme mudah berakulturasi dengan tradisi jawa pada waktu sampai kedatangan islam ada abad 15 di pulau jawa.
Keberadaan islam di pulau jawa juga memberikan pengaruh terhadap tradisi jawa yang sudah terakulturasi dengan agama hindu, ketika islam merambah ke seluruh pulau jawa nuansa kehinduan dalam tradisi jawa mulai hilang dan diganti dengan nuansa dan nafas keislaman dalam melaksanakan tradisi mereka, islam juga tidak mengubah secara menyeluruh konsep tradisi jawa yang telah melekat pada diri mereka dan sudah menjadi kebiasaan tersebut, para tokoh islam yang pertama kali menapakkan kaki di pulau jawa hanya mengubah sedikit keberadaan tradisi jawa tersebut dengan memberikan nafas islami di setiap pelaksanaan ritual tradisi jawa. Hal ini yang kemudian membuat tradisi jawa tetap eksis sampai sekarang.

H.Sumber Bacaan
- Ali Fahri dan Bahctiar Efendy, 1992, Merambah jalan Baru Islam; Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia mas aorde Baru, Banndung: Mizan.
- Bakker J.W.M., 1976, Agama Asli Indonesia, Yogyakarta: Puskat.
- Betty Scarhf, R, 1995, Kajian Sosiologi Agama, Yogyakarta: Tiara Wacana.
- Mariasusai Davamony, 2010, Fenomenologi agama ,Yogyakarta: Kanisius.
- Dhofier Zamakhsyari, 1985, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan Hidup Kiyai, Jakarta: LP3ES.
- Harry Benda, 1985, Bulan Stabit Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada masa Pendudukan Jepang, Alih Bahasa : Daniel Dhakide, Jakarta: Putaka Jaya.
- Karel Streenbink, , 1986, Pesantren Madrasah dan Sekolah; Pendidikan Islam pada kurun Modern, Jakarta: LP3ES.
- Moleong Lexi J, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
- Mulder Niels, 1984, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa: Kelangsungan dan Perubahan Kulturil, Jakarta: Gramedia.
- Murdick Robert G., Joel E. Ross, james R. Clagget, 1995 Sistem Informasi Untuk Manajemen Modern, ter, J. Djamil, Edisi ke III , Jakarta: Erlangga.
- Prasetyo Hendro, 1994 “Mengislamkan”, Orang Jawa:Antropologi Baru Islam Indonesia, Islamika, No. 3 januari.
- Surayadi Linus, SG, 1993, Regol Megal megol, Fenomena Kosmologi jawa, Jogjakarta : Andi Offset.
- Suseno, Franz Magnis. 2001, Etika Jawa; Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, cet. Ke-8, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
- Thomas O’dea, F. 1992, Sosiologi Agama; Suatu Pengantar Awal, Jakarta: CV.Rajawali.
- Usman Husaini, Purnomo Setiady Akbar, 1996 Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar