Rabu, 23 Maret 2011

Arabic (العربية الموحدة)Indonesian (ID)


Oleh: Muhammad Afdillah, M.Si**

Abstract
This paper is meant to scrutinize the theology of Abraham who is the father of Jewish, Christianity, and Islam. As we know, these three religions have been debating in several issues and fighting in some battles. To know the origin of their religions is one way to break the wall standing around them. Here, Abraham is a single actor whom writer describes in the article to answer similarities and differences of those three religions. His called-journey was and is still inspiring adherents of three religions to become a good Jews, Christians and Muslims due to the teaching of Abraham is to defend pure monotheism – that there is no gods but God – without any interruption and intervention from paganism and polytheism. The research is based on history of humankind, Holy Book and Qur’an which then the result is compared and justified for the reader.
Keywords: Abraham, Jewish, Christianity, Islam, promise(s) of God, holy land, monotheism
Pendahuluan
Ibrahim merupakan salah satu figur penting dalam sejarah agama-agama, khususnya agama-agama Semit (Yahudi, Kristen, dan Islam). Bagi orang Yahudi Ibrahim adalah bapak leluhur mereka (bdk. Yes 51:2; Mat 3:9; Luk 3:8; dan Yoh 8: 33,39) dan bahkan “bapa termasyhur dari banyak bangsa.” Dalam agama Kristen, beliau juga merupakan bapak leluhur dari Yesus Kristus (Mat 1:1). Bahkan oleh St. Paulus, beliau dinyatakan sebagai bapak orang beriman, baik yang telah bersunat atau belum (Rm 4:1-25). Barang siapa yang hidup dari iman, dia adalah anak Ibrahim dan akan diberkati bersama dengan Ibrahim yang beriman itu (Gal 3: 7-9). Orang Kristen yang menjadi keturunannya berarti menerima berkat oleh imannya kepada Kristus (Gal 3:29). Sedangkan dalam agama Islam, Ibrahim lebih mempunyai posisi yang lebih sentral daripada dalam agama Yahudi dan Kristen. Tak ada tokoh yang begitu kerap disebut dalam al-Qur’an seperti Ibrahim. Beliau adalah kesayangan Allah (QS. 4:125), penentang penyembahan berhala dan peletak dasar tauhid (QS. 6:74-83; 19:41-51; 37:83-99; 21:51-71; 26: 69-104). Beliau juga ditampilkan sebagai orang yang menang atas segala percobaan dan yang dipilih Allah untuk memimpin umat manusia; teladan iman yang sempurna dan bersama putranya Ismail mendirikan Ka’bah (QS. 2:124-129). Bahkan, agama Islam dapat disebut agama (pen. teologi) Ibrahim (QS. 2:130-141; 3:64-68, 95; 4:125; 6:161).
Sebagai keturunan dari Ibrahim, agama Yahudi, Kristen, dan Islam memiliki hubungan yang sangat erat. Para pembawa agama ketiga agama merupakan keturunan dari Ibrahim. Namun demikian, catatan sejarah manusia menunjukkan bahwa ketiganya kerap terlibat dalam kebencian, permusuhan, peperangan yang berkepanjangan. Meski kadangkala perseteruan yang terjadi bukanlah murni diakibatkan oleh permasalahan teologis, namun agama selalu dilibatkan dalam pertarungan yang terjadi. Pada fase selanjutnya, masing-masing pemeluk ketiga agama, khususnya umat di akar rumput, terjebak dalam hubungan yang disebut FE Peters sebagai a complex interscriptural relationship.
Istilah ini merujuk pada umat Yahudi, Kristen, dan Islam yang menisbatkan segala tindakan mereka – khususnya dalam isu status keterpilihan umat Tuhan (the choosen people of God) – kepada kitab suci masing-masing agama. Orang-orang Yahudi menyatakan dengan bahasa yang sederhana bahwa kitab suci yang mereka pegang merupakan bukti yang tidak terbantahkan bahwa mereka adalah “umat pilihan Tuhan.” Umat Kristiani – yang juga berasal dari suku Israel dan tentunya keturunan Ibrahim – juga mempunyai pendapat yang tidak jauh berbeda. Alkitab yang mereka pegang adalah bentuk perjanjian Tuhan yang “diperbaharui.” Ketika umat Islam hadir dengan al-Qur’an, mereka menyatakan bahwa kitab suci mereka mengoreksi dan melengkapi kitab-kitab sebelumnya (QS. 3:3-4). Oleh karenanya, hanya agama merekalah yang diterima Tuhan (QS. 3:19). Pertanyaan yang muncul dari umat Yahudi dan Kristen adalah apakah al-Qur’an merupakan Perjanjian Baru yang “diperbaharui” lagi (the new-New Testament).
Tulisan ini mencoba untuk mengurai ajaran awal ketiga agama dalam perspektif sejarah sejarah (Ibrahim). Ibrahim akan menjadi tokoh sentral dari tulisan singkat ini untuk kemudian diambil kesimpulan teologi Ibrahim.
Ibrahim dalam Alkitab
Dalam Alkitab, Ibrahim disebutkan dengan dua nama, yakni Abram dan Abraham. Abram adalah nama asli beliau sebelum mendapat perjanjian dari Allah (Kej. 17:5). Kitab Kejadian menyebutkan bahwa Abram (Abraham/ Ibrahim) adalah putra dari Terah, putra Nahor I, putra Serug, putra Rehu, putra Peleg, putra Eber, putra Selah, putra Arpakhsad, putra Sem, putra Nuh, putra Lamekh, putra Metusalah, putra Henokh, putra Yared, putra Mahalaleel, putra Kenan, putra Enos, putra Set, putra Adam.
Beliau lahir di Ur-Kasdim sekitar 2000 tahun sebelum masehi, atau 2166 SM menurut pendapat Dirk, dan bersaudarakan Nahor II dan Haran II. Istri Abram adalah Sarai (Sarah) dan Nahor beristrikan Milka. Sedangkan Haran II meninggal di tanah kelahirannya di Ur-Kasdim.
Sarai (atau Sarah), istri Abram, adalah wanita mandul sehingga dia meminta suaminya untuk mengambil Hagar (Hajar), budaknya dari Mesir untuk dijadikan istri dengan harapan Abram akan mendapat keturunan – untuk memenuhi “perjanjian” Tuhan. Dikisahkan, Hagar menjadi arogan atas Sarai karena kehamilannya yang menyebabkan permusuhan antara Sarai dan Hagar. Akibatnya, Hagar diusir dan pergilah dia menuju padang pasir dekat mata air di jalan ke Syur. Di sana, malaikat Tuhan menemuinya untuk memberitahukan kelahiran anak yang dikandungnya dan memintanya untuk memberi nama Ismael; dan memintanya kembali kepada tuannya Abram dan Sarai dengan janji bahwa Allah akan memberinya keturunan yang banyak. Maka kembalilah Hagar kepada Abram dan Sarai, dan lahirlah anak yang dikandung Hagar dengan nama Ismael sesuai dengan perintah Tuhan kepadanya. Pada saat itu, Abram berumur 86 tahun.
Ketika Abram berusia 99 tahun, Tuhan datang kepadanya beserta dua malaikat, membuat perjanjian yang pernah diberitahukannya dulu, yakni penobatan Abram menjadi bapak sejumlah besar bangsa dengan kelahiran seorang anak (Ishak) yang menjadi cikal bakal keturunan Abram yang panjang dan tak terputus (kekal). Penanda dari perjanjian Allah ini adalah perintah sunat kepada Abram dan terhadap anak yang berumur delapan hari. Di hari itu pula, nama Abram diganti oleh Allah menjadi Abraham dan Sarai menjadi Sara. Dan dengan lahirnya Ishak, maka perjanjian itu akan ditetapkan oleh Allah kepadanya, bukan dengan Ismael; meski Ismael juga akan menjadi bangsa yang besar. Setelah itu, Abram menyunat dirinya dan Ismael yang pada saat itu berusia 13 tahun.
Sebagaimana yang telah dijanjikan, pada umur 100 tahun, lahirlah Ishak. Dan saat bertambah besar usia Ishak, diadakanlah perjamuan besar pada hari Ishak disapih. Ismael berumur 16 tahun. Ketika itu, kedua anak ini bermain dan dilihat oleh Sara yang menyebabkannya jengkel karena anak budak tidak dapat disamakan dengan anak tuan. Allah mendengar keluhan Sara dan diperintahkanlah Abraham untuk mengusir Hagar dan Ismael.
Ujian Abraham bertambah dengan perintah untuk mengorbankan anaknya (Ishak) di tanah Moria. Namun, ketika hendak menyembelih putra kesayangannya untuk dikorbankan kepada Tuhan, datanglah malaikat untuk menghentikan perbuatan Abraham tersebut dengan mengganti Ishak dengan domba. Abraham berhasil dengan ujian ini.
Tak lama kemudian, istri Abraham wafat pada usia 127 tahun dan dikubur di Hebron, tepatnya di Gua Makhpela. Dia kemudian mengambil seorang istri bernama Ketura. Sedangkan Ishak menikah dengan perempuan dari Kanaan bernama Ribka, cucu Nahor saudara Abraham. Abraham meninggal pada usia 175 tahun dan dikuburkan Ismael dan Ishak di Gua Makhpela.
Sebagaimana janji Allah kepada Abraham, bahwa dia akan mendapatkan keturunan yang sangat banyak untuk terus menghidupkan perjanjian Tuhan yang telah dianugerahkan kepadanya. Dari Ismael, lahirlah Nebayot, Kedar, Adbeel, Mibsam. Misyma, Duma, Masa, Hadar, Tema, Yetur, Nafisy, dan Kedma.
Dari Ishak, lahir dua anak kembar, yakni Yakub dan Esau (Edom). Yakub beristrikan empat orang, yakni Lea, Rakhel, Zilpa (budak Lea) dan Bilha (budak Rakhel). Dari Lea, lahir Ruben, Simon, Lewi, Yehuda, Isakhar, Zebulon dan Dina (perempuan). Zilpa, budak Lea melahirkan Gad dan Asyer. Rakhel melahirkan Yusuf dan Benyamin, sedangkan Bilhah, budak Rakhel melahirkan Dan dan Naftali.
Esau (Edom) dengan tiga istrinya, yaitu Ada, Basmat dan Ohalibama. Ada melahirkan Elifas; daripadanya lahir Teman, Omar, Zefo, Gaetan dan Kenas. Basmat melahirkan Rehuel; dan darinya lahir Nahat, Zarah, Syama, dan Miza. Sedangkan Olibama melahirkan Yeusy, Yarlam dan Korah. Dari mereka muncul keturunan bani Esau, yakni Edom.
Sedangkan keturunan Abraham dari istri keduanya, Ketura, lahir Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak dan Suah. Yoksan melahirkan Syeba dan Deda. Keturunan Medan adalah orang Asyur, orang Letusy dan orang Leum. Anak-anak Midian adalah Efa, Efer, Henokh, Abida dan Eldaa.
Pengembaraan Ibrahim (telaah Alkitab)
Pengembaraan Abraham mempunyai posisi penting dari sejarah manusia. Sepanjang perjalanannya, Abraham telah menciptakan hubungan baru antara dirinya dengan penduduk setempat (yang disinggahinya), beserta implikasi logis yang menyertainya, seperti interaksi dialogis dalam ranah pemikiran, kebudayaan dan kepercayaan. Perjalanan spiritual Abraham dimulai ketika dia dipanggil Tuhan untuk melaksanakan tugas sucinya. Dimana sebelumnya, Terah telah membawanya bersama istrinya, Sarai dan anak saudaranya Lot ke Kanaan. Mereka kemudian singgah di Harandan Terah meninggal di sana di usia 205 tahun (Kej. 11:31-32).
Di kota Kanaan inilah, Tuhan memperkenalkan dirinya dengan El-Shaddai, memberi perintah kepada Abraham untuk pergi dari keluarga, rumah bapaknya untuk menuju kota yang telah ditunjuk oleh-Nya. Maka, berangkatlah Abraham bersama istrinya Sarai, dan Lot, anak saudaranya, dan seluruh harta benda yang dimilikinya; dari Haran ke negeri yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Ketika itu, Abraham berusia 75 tahun.
Abraham beserta rombongan berhenti di daerah dekat Sikhem, yaitu pohon tarbantin di More, dimana orang-orang Kanaan tinggal di sana. Di tempat itu, Tuhan sekali lagi menampakkan dirinya kepada Abraham, memberitahukan daerah yang akan dianugrahkan kepadanya dan kepada keturunannya. Pernyataan diri Allah merupakan dasar dari dan mengakibatkan ibadat/ kebaktian. Oleh karenanya, didirikanlah mezbah sebagai bentuk penyerahan diri dan kebaktian Abraham kepada Allah yang telah memperkenalkan diri kepadanya. Mezbah juga sebagai bentuk nyata, konkrit dari kepercayaannya yang tidak nampak.
Pada masa paceklik yang menimpa negeri ini, Abraham bersama dengan rombongannya pergi menuju Mesir. Sebuah negeri yang akan membunuh para lelaki untuk mendapat istri-istri mereka. Maka, Abraham, atas inisiatifnya menyuruh Sarai untuk tidak mengatakan bahwa ia adalah istrinya, melainkan saudaranya. Sebagaimana yang telah diperkirakan oleh Abraham, dia disambut dengan baik oleh Fir’aun, raja Mesir, yang ingin mempersunting “saudari”-nya. Kepada Abraham diberikan segala kenikmatan dunia berupa binatang ternak seperti kambing domba, lembu, sapi, keledai, jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta.
Akibat dari perbuatannya, Fir’aun dihukum oleh Tuhan, berupa kemandulan yang diderita wanita di seluruh Mesir. Melihat hal ini, Fir’aun memanggil Abraham untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang mengakibatkan kesengsaraan di Mesir. Perbuatan Abraham dianggap pengecut karena mengorbankan istrinya untuk “dijual” kepada Raja Fir’aun. Maka, melalui Fir’aun, Tuhan memperingatkan Abraham. Dan dia juga diusir dari Mesir.
Abraham kemudian keluar dari Mesir besama rombongannya dengan seluruh harga yang diperolehnya dari Fir’aun menuju mezbah yang pernah dibuatnya dahulu, dimana Abraham memanggil nama Tuhan. Dan dengan harta yang banyak, baik yang dimiliki oleh Abraham sendiri maupun milik sepupunya Lot, terjadi perselisihan penggembala-penggembala Abraham dan penggembala-penggembala Lot sehingga kedua berpisah. Lot menuju Lembah Yordan dan mendirikan kemah dekat kota Sodom. Sedangkan Abraham menetap di Kanaan. Di sana, Allah untuk kesekian kalinya memperkuat perjanjian-Nya dengan Abraham bahwa dia akan dianugrahkan seluruh tanah yang ada dimana dia berdiri dan selayang pandang mata dari timur, barat, utara dan selatan; serta anugrah keturunan yang besar untuk melestarikan perjanjiannya. Kemudian Abraham memindahkan kemahnya dan menetap di dekat pohon-pohon tarbantin di Mamre, dekat Hebron, lalu dia mendirikan mezbah bagi Tuhan.
Gambar 1.
Peta Kanaan Kuno

Sumber: Karen Armstrong, Jerussalem; Satu Kota Tiga Iman, terj. A. Asnawi dan Koes Adiwidjajanto, (Surabaya: Penerbit Risalah Gusti, 2004) 72
Kitab Kejadian juga bercerita tentang hubungan Abraham dengan raja-raja pada masa itu. Hubungan ini dimulai dengan tertawannya Lot oleh musuh-musuh raja Sodom beserta sekutunya. Ketika mendengar bahwa saudaranya ditangkap, Abraham mengumpulkan orang-orangnya yang terlatih untuk membebaskan saudaranya. Jumlah mereka sekitar 318 orang pergi mengejar musuh sampai ke Dan. Dalam misi pembebasan ini, Abraham mendapatkan kemenangan dan Lot berhasil diselamatkan.
Gambar 2.
Peta Perjalanan Ibrahim

Sumber: Sayyid Mahmud al-Qimni, Nabi Ibrahim; Titik Temu-Titik Tengkar Agama-agama, terj. Kamran Arsyad Irsyady, (Yogyakarta: LKiS, 2004) 174
Dalam perjalanan pulang dari peperangan, Abraham bertemu dengan Melkisedek Raja Salem membawa roti dan anggur lalu memberkati Abraham. Sebagai balasannya – dan merupakan bentuk pengakuannya terhadap kedaulatan Raja Melkisedek – Abraham menyerahkan sepersepuluh dari seluruh hartanya. Dan ketika melkisedek akan memberikan harta kepada Abraham sebagai hadiah atas kemenangannya, Abraham menolak untuk menerimanya. Namun, dia mempersilahkan orang-orangnya untuk mengambilnya.
Dari seluruh perjalanan Abraham, sebagaimana yang terpaparkan di atas, telah terjadi proses perjanjian antara Allah dan Abraham, antara lain:
a. Tuhan memanggil Abraham keluar dari sanak saudara dan kota tempat tinggalnya untuk pergi menuju tanah yang telah dijanjikan Tuhan kepadanya;
b. Tuhan memberi janji kepada Abraham bahwa dia akan dijadikan bapak (patriakh) bangsa-bangsa yang besar di tanah yang telah dijanjikan kepadanya;
c. Tuhan kembali menekankan tanah di mana Abraham berada dengan tanah yang telah dijanjikan;
d. Abraham mendirikan mezbah sebagai simbol serah-dirinya kepada Tuhan dan sebagai tempat “berkomunikasi” dengan Tuhan;
e. Tuhan memberikan janji akan keturunan yang akan lahir daripadanya, yakni Ishak;
f. Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa Dia akan memberkati orang-orang yang memberkati Abraham dan mengutuk mereka yang mengutuknya; dan
g. Tuhan memperbaharui perjanjian terhadap Abraham, yakni:
1. Memberi seorang anak dan diberi nama Ishak;
2. Mengubah nama Abram menjadi Abraham;
3. Mengubah nama Sarai menjadi Sarah;
4. Menetapkan tanda sunat untuk orang-orang yang beriman; dan
5. Mengabulkan permintaan Abraham, bahwa Ismael akan hidup di hadapan-Nya, tetapi perjanjian Tuhan akan ditetapkan kepada Ishak
Ibrahim dalam al-Qur’an
Posisi Ibrahim dalam al-Qur’an sangat penting mengingat hampir semua bentuk ritual dalam Islam terinspirasi oleh perjalanan suci beliau. Nabi Muhammad SAW sendiri dikisahkan pada masa ‘uzlah (pengasingan) di Gua Hira, juga beribadah kepada ilâh yang disembah oleh Ibrahim. Namun ketika umat Islam ingin mentelaah lebih dalam mengenai Ibrahim, mereka akan menemukan kesulitan. Al-Qur’an, dalam menjelaskan kisah-kisah para nabi, termasuk Nabi Ibrahim, tidak memberikan uraian yang detail. Karena kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an dimaksudkan tidak lain hanya sebagai ‘ibrah dan maw’izhah. Untuk memenuhi penjelasan lebih rinci, umat Islam tetap harus merujuk pada Alkitab.
Berbeda dengan redaksi Alkitab, ayah Ibrahim dalam al-Qur’an disebutkan bernama Azar (QS. 6:74). Untuk menengahi perbedaan ini, Dirk memberikan empat solusi, yaitu: a) menafikan informasi yang terdapat dalam Alkitab, namun hal ini akan memperkeruh hubungan Islam dan Yudeo-Kristen; b) mengasumsikan bahwa Terah adalah Azar, dan begitu sebaliknya; c) menganggap Terah sebagai kakek atau leluhur jauh dan bukan ayah biologis yang sesungguhnya karena penggunaan kata “putra” dalam Taurat sering diartikn sebagai keturunan; dan d) menganggap Terah adalah nama klan asal Ibrahim.
Alkitab tidak banyak membahas kehidupan awal Ibrahim di Ur-Kasdim. Padahal, disinilah Ibrahim untuk pertama kalinya memperoleh pengalaman spiritualnya. Secara geografis, Ur-Kasdim berada di Mesopotamia selatan. Daerah ini dapat dikatakan cukup maju pada masanya. Mata pencaharian penduduknya adalah bercocok tanam. Oleh karenanya, tak heran mereka sangat mengagungkan kekuatan-kekuatan alam seperti matahari, bulan, bintang, pasang surut air, dll, yang berpusat pada kesuburan pertanian, dan mencakup konsep tentang “dewa kematian,” yaitu seorang dewa kesuburan yang bergerak melalui tahap-tahap kematian dan regenerasi. Fenomena inilah yang mempengaruhi Ibrahim kecil untuk selalu memikirkan alam, dan menjadi peka terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya; mendorong dia untuk mencari tahu kekuatan penggerak alam itu hingga menemukan Tuhan yang sesungguhnya. Pada saat inilah, Ibrahim telah dipilih Tuhan untuk mendakwahkan ajaran monoteisme (baca: tawhîd).
Orang yang pertama kali diajak untuk mengikutinya (millah Ibrâhîm), dan meninggalkan penyembahan berhala ayahnya Azar (QS. 19:41-48). Kemudian Ibrahim mendakwahkan ajarannya kepada kaum Ur. Tetapi mereka semua menolak dengan dalih bahwa apa yang mereka perbuat adalah melestarikan tradisi nenek moyang (QS. 26:70-82). Maka, dengan keberaniannya, pada saat kaumnya mengadakan pesta di luar kota, Ibrahim menghampiri berhala-berhala sesembahan mereka dan menghancurkannya dengan kapak yang kemudian dikalungkan pada berhala yang paling besar.
Ketika masyarakat pulang dari pesta, mereka tercengang mendapati berhala-berhala mereka hancur. Kecurigaan mereka langsung ditujukan kepada Ibrahim sebagai satu-satunya orang yang menentang peribadatan mereka dan orang yang tidak pernah mengikuti pesta. Ibrahim dihadapkan kepada seluruh penduduk untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kemudian terjadi perdebatan antara Ibrahim dengan Raja Namrud. Keduanya berdebat tentang kuasa Tuhan seperti menghidupkan orang mati, memutar balikkan peredaran matahari dan bulan. Dengan sombong, Raja Namrud menunjukkan bahwa dia bisa menghidupkan dan mematikan seseorang. Sebagai contoh, dia menunjukkan dua orang kaumnya untuk dibunuh salah satunya dan dibiarkan salah satunya hidup. Kemudian Ibrahim meminta Raja Namrud untuk memindahkan matahari terbit di barat dan terbenam di timur. Dia pun diam seribu bahasa tanpa bisa berbuat apa-apa (QS. 2:258). Namun, Raja Namrud yang keras kepala malah membakar Ibrahim hidup-hidup. Namun, dengan pertolongan Allah SWT, Ibrahim selamat dari kobaran api tanap lecet sedikitpun (QS. 21:68-70).
Diantara orang yang mempercayai ajaran Ibrahim adalah Luth, keponakannya sendiri yang juga rasûl Allâh dan Sarah, istrinya. Sedangkan Raja Namrud, penduduk Ur, termasuk bapaknya Azar, tetap dalam kekufuran. Ibrahim tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya berdoa dan mendakwahkan ajaran Allah SWT (QS. 19:41-48). Luth, yang telah mengingkrarkan iman dan pengabdiannya kepada Allah, mengikuti Ibrahim hingga keluar dari Mesir. Dari sana, Luth berpisah dengan Ibrahim. Luth berdakwah di daerah Sodom sedangkan Ibrahim ke Palestina. Di sana, para malaikat datang kepada Ibrahim memberi kabar gembira dengan kelahiran Ishak, sebelum mendatangi Sodom untuk menyelamatkan Luth dan mengadzab kota tersebut (QS. 11:69-81; 15:52-77).
Sebelum Ishak lahir, Ibrahim tidak mempunyai putra karena istrinya Sarah adalah seorang yang mandul. Ibrahim kemudian berdoa kepada Allah SWT untuk dikaruniai seorang anak, dan melalaui Sarah yang meminta suaminya untuk mempersunting Hajar dengan harapan akan memperoleh anak. Allah SWT mengabulkan doa Ibrahim dan menganugrahkannya seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail (QS. 37:100-101). Kelahiran Ismail membuat Sarah cemburu sehingga berakibat pada “pengusiran” Hajar dan Ismail. Ibrahim kemudian mengajak keduanya keluar menuju tempat yang tidak dikenal, yang kemudian disebut Bakka (Makkah).
Belum cukup sampai disitu, dalam kunjungannya yang kedua kalinya ke Makkah, Ibrahim diperintahkan untuk mengorbankan putranya. Atas nama keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT, perintah itu dilaksanakan. Ibrahim berhasil melewati ujian tersebut dan Allah mengganti Ismail dengan seekor kambing untuk dikorbankan kepada-Nya (QS. 37:102-107). Dalam kesempatan ini pula, Alah SWT memperintahkan Ibrahim dan putranya untuk mendirikan Bait Allâh (Ka’bah) (QS. 2:126-127). Ka’bah tersebut dibangun di atas tanah gundukan dekat Sumur Zam-zam. Setelah selesai pembangunan Ka’bah, perintah selanjutnya yang harus dilakukan Ibrahim dan Ismail adalah mengumandangkan kepada seluruh umat manusia bahwa rumah ibadah untuk pertama kalinya dibangun (QS. 3:96), dan kini menjadi kewajiban bagi mereka untuk percaya dengna keesaan Allah SWT untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah dan Ka’bah. Kewajiban ini mengikat mereka yang memiliki kemampuan fisik dan finansial untuk menyelesaikan perjalanan ini.
Dalam al-Qur’an, terdapat lima “perjanjian” antara Allah SWT dan Ibrahim, yaitu:
a. Perjanjian Allah SWT untuk menjadikan Ibrahim sebagai pemimpin dari seluruh bangsa dan agama;
b. Perintah Allah SWT kepada Ibrahim untuk mendakwahkan monoteisme (tawhîd);
c. Perintah Allah SWT kepada Ibrahim dan Ismail untuk mendirikan Baitullah dan mensucikannya;
d. Perintah Allah SWT untuk mengumandangkan kewajiban haji sebagai simbol kepercayaan kepada Allah SWT; dan
e. Allah akan mengabulkan doa Ibrahim untuk kemakmuran negeri Makkah.
Teologi Ibrahim, sebuah Kesimpulan
Meski terjadi beberapa perbedaan redaksi dalam Alkitab dan al-Qur’an mengenai kehidupan Ibrahim – baik berupa penyebutan beberapa istilah seperti Terah-Azar, Abram-Abraham-Ibrahim, Sarai-Sara, dll; maupun perbedaan alur cerita seperti pengembaraan Ibrahim ke Semenanjung Arab, kisah Ismail-Ishak, tempat ibadah Ibrahim pertama, dll – tapi ada dua hal yang menjadi kesepakatan bersama, yaitu: 1) bahwa Ibrahim akan menjadi patriakh bangsa-bangsa dan agama-agama besar. Dari keturunannya akan lahir bangsa dan agama yang mewarnai catatan sejarah manusia; dan 2) selain itu, perjalanan spiritual Ibrahim merupakan inspirasi bagi umat ketiga agama dalam menjalankan ibadah mereka. Konsep teologi yang dibangun Ibrahim adalah monoteisme (tawhîd) dan berserah-diri (ber-islâm) secara total (kâffah) kepada Tuhan yang Maha Esa dan menolak segala bentuk paganisme dan politeisme.
Dalam Kitab Ulangan 6:4-5 difirmankan, “Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Allah yang berfirman kepada orang Israel adalah Allah yang sama pula dengan Allah yang menemui Ibrahim ketika dia menerimah perintah keluar dari Haran untuk menuju tanah yang telah dijanjikan. Sebagai bentuk kepercayaan dan ketaatan Ibrahim atas perintah Allah adalah pendirian mezbah yang menjadi simbol berserah-dirinya Ibrahim terhadap Allah. Konsekuensi dari perjanjian ini adalah berkat bagi orang-orang yang memberikati Ibrahim dan kutukan bagi yang mengutuknya (Kej. 12:3).
Kepercayaan (iman) Ibrahim ini juga diakui oleh orang-orang Kristiani melalui dakwah Paulus kepada orang-orang Roma dan Galatia. Bahkan, dialektika ini diperkuat dengan statemen Paulus bahwa beriman kepada Kristus secara tidak langsung berarti beriman kepada Ibrahim, menafikan salah satunya akan merusak tatanan gereja yang utuh (Gal. 3:26-29). Dan berrah diri kepada Allah disimbolkan dengan sunat, sebagai bentuk pembenaran atas keimanan Ibrahim (Rm. 4:11).
Tidak jauh dengan saudara-saudaranya Yahudi dan Kristen, umat Islam menyatakan keimanannya atas Allah-nya Ibrahim dan keturunannya (QS. 2:133, 136). Ibrahim sendiri telah mewasiatkan kepada umatnya untuk berserah diri kepada Allah SWT dalam agama yang telah diturunkan kepadanya (QS. 2:132). Hal ini dilakukannya sendiri bersama Ismail ketika selesai pembangunan Ka’bah. Keduanya berdoa kepada Allah SWt untuk tetap dikukuhkan dalam keadaan muslîm (berserah diri) (QS. 2:128).
Selain kesamaan konsep keagamaan (baca: monoteisme), perjalanan spiritual Ibrahim juga mewarisi ritual-ritual keagamaan yang tidak jauh berbeda antara satu sama lain, yaitu:
1. Kurban, sebagai simbol kepatuhan kepada Allah;
2. Sunat, sebagai penanda perjanjian Allah kepada Ibrahim;
3. Pendirian Bait Allâh atau Bait-El (pen. Mezbah) sebagai simbol berserah-diri kepada Allah dan sarana “komunikasi” dengan-Nya; dan
4. Haji, sebagai bentuk serah diri manusia kepada Tuhannya. Meski ritual ini sekarang tidak dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristen – karena ritual tersebut saat ini lebih banyak dialihkan ke Jerussalem, – sejarahwan pra-Islam mengisyaratkan fungsi Ka’bah sebagai tempat haji bagi orang-orang dari penjuru negeri. Dan Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad SAW) merupakan penjaga dari Baitullah tersebut, yang bertempat di Dâr Nadwâ. Dari merekalah, orang-orang Arab mengenal monoteisme. Wallâhu a’lam.
________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Alkitab
Armstrong, Karen, Muhammad Sang Nabi; Sebuah Biografi Kritis, terj. Sirikit Syah, cet. Kedua, Surabaya: Penerbit Risalah Gusti, 2001
_________, Sejarah Tuhan; Kisah Pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam selama 4000 tahun, cet. Ketiga, terj. Zainul Am, Bandung: Penerbit Mizan, 2001
Dirk, Jerald F., Ibrahim Sahabat Tuhan, terj. Satrio Wahono, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004
Eliade, Mircea (ed.), The Encyclopedia of Religion, New York: Simon & Schuster Macmillan, 1993
FE Peters, Judaism, Christianity and Islam; the Classical Texts and Their Interpretations, Vol. 1: From Covenant to Community, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1990
_________, Judaism, Christianity and Islam; the Classical Texts and Their Interpretations, Vol. 2: the World and tle Law and the People of God, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1990
_________, Judaism, Christianity and Islam; the Classical Texts and Their Interpretations, Vol. 3: The Works of the Spirit, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1990
Hodgson, Marshal G.S., The Venture of Islam; Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia, Masa Klasik Islam, Buku Pertama: Lahirnya Sebuah Tatanan Baru, terj. Mulyadhi Kartanegara, cet. Kedua, Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002
Lempp, Walter, Tafsiran Kedjadian 12:4 – 25:18, Bandung: PD Grafika Prop. Djabar, 1969
Martin, William C., These were God’s People; a Bible History, Tennessee: The Southwestern Company, 1966
Al-Mawlâ, Muhammad Ahmad Jâd, Qishash al-Qur’ân, Beirut: Maktabah al-Turâts al-Islâmî, 1984
Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyur-Rahman, Sirah Nabawiyah, terj. Kathur Suhardi, cet. Kesembilan, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000
Pareira, Berthold A., Abraham; Imigran Tuhan dan Bapa Bangsa-bangsa, cet. Keempat, Malang: Percetakan DIOMA, 2006
Al-Qimni, Sayyid Mahmud, Nabi Ibrahim; Titik Temu-Titik Tengkar Agama-agama, terj. Kamran As’ad Irsyady, Yogyakarta: LKiS, 2004
Al-Qattân, Manâ’, Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur’ân, Beirut: Mansyûrât al-‘Ashr al-Hadits, tt
Toaff, Delio, Abraham in Jewish Tradition, SIDIC vo. XXXV N2-3-2002 English Edition, 7-13
Al-Wâ’î, Tawfîq, al-Yahûd; Târîkh Ifsâd wa Inhilâl wa Damâr, Beirut: Dâr ibn Hazm, 1995
* Artikel dimuat dalam Jurnal Pemikiran Islam dan Perbandingan Agama ISID Gontor, “KALIMAH” Vol. 8 No. 1 Maret 2010
** Penulis adalah dosen Perbandingan Agama IAIN Sunan Ampel Surabaya
Secara umum, nama “Ibrahim” mempunyai dua versi penyebutan, yaitu Ibrahim, yang banyak digunakan oleh umat muslim; dan Abraham yang banyak digunakan oleh umat Yahudi, Kristiani dan sarjana-sarjana agama. Dalam artikel ini, penulis menggunakan Ibrahim. Sebagai bentuk konsistensi, seluruh perbedaan penggunaan istilah “Ibrahim” atau “Abraham” akan direduksi menjadi “Ibrahim” kecuali pada pencantuman judul buku atau pada saat menerangkan istilah-istilah tertentu dan pada kutipan langsung.
Berthold A. Pareira, O.Carm, Abraham; Imigran Tuhan dan Bapa Bangsa-bangsa, cet. keempat (Malang: Percetakan DIOMA, 2006) 1-3
FE Peters, Judaism, Christianity and Islam; the Classical Texts and Their Interpretations, Vol. 2: the World and tle Law and the People of God (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1990) xxi
Mat 5:17-48; bandingkan dengan QS. 3:50
FE Peters, Judaism, Christianity, and Islam, Vol. 2, xxi-xxv
Jerald F. Dirk menolak statemen tersebut dengan mengasumsikan bahwa Abram berasal dari “Abi’ram” yang berarti terpujilah bapak (saya). Dirk menghujat penggunaan nama ini dan perubahannya ke Abraam. Manurutnya, secara etimologi, “nenek moyang sejumlah besar bangsa” atau “nenek moyang banyak orang” adalah arti dari “Abhamon,” bukan Abraham (Ibrahim). Dirk juga menyatakan bahwa perubahan itu hanya sebuah upaya untuk menutupi fakta bahwa sejarah tentang dua orang yang berbeda, yaitu Abram dan Abraham, telah dipadukan dalam tuturan versi Kitab Kejadian. Lebih jelas lih. Jerald F. Dirk, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, terj. Satrio Wahono (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004) 24-25
Kej. 5:3-32; 11: 10-26; Dirk, Ibrahim, 25; bandingkan dengan Tawfîq al-Wa’î, al-Yahûd, Târîkh Ifsâd wa Inhilâl wa Damâr (Beirut: Dâr ibn Hazm, 1995) 14; FE Peters, Judaism, Christianity, and Islam, vol. 1: From Covenant to Community (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1990) 17
ibid, 14
Meski belum dapat dipastikan keabsahan pendapat ini, namun untuk sementara dapat dijadikan referensi pendukung dari pendapat awal, bahwa Abraham lahir sekitar 2000 tahun SM. Lih. Dirk, Ibrahim, 24
Menurut Dirk, Abraham menikah dengan Sarai (Sarah) pada usia 60 atau 61 tahun. ibid, 65
Kej. 11:27-30
Jalan ke Syur adalah jalan kafilah dariKadesy-Barnea ke arah Barat menuju perbatasan timur Mesir (dekat Pitom dan Sukot). Syur juga disamakan dengan dar-el-sur, sebuah tembok batu yang mengikuti perbatasan timur Mesir. Syur juga dapat berarti “tembok” atau “dinding.” Lih. Walter Lempp, Tafsiran Kedjadian 12:4 – 25:18 (Bandung: PD Grafika Prop. Djabar, 1969) 152, bandingkan dengan Bil. 33:6-8
Kej. 12:15-25. Lih. Lempp, Tafsiran Kejadian, 139-333; FE. Peters, Judaism, Christianity, and Islam, The Classical Texts and Their Interpretation, vol. 1: From Covenant to Community (Princeton, New Jersey: Princeton University, 1990) 17-28; I. Snok, Sejarah Suci, cet. Kelima (Jakarta: Percetakan BPK Gunung Mulia, 1976) 35-45; William C. Martin, These were God’s People; a Bible History (Nashville, Tennessee: The Southwestern Company, 1966) 32-35
Kej. 25:12-16; Lempp, Tafsiran Kejadian, 345
Kej. 29:31 – 30:24; Martin, These were God’s People, 37-38
Kej. 36
Kej. 25:1-4; Lempp, Tafsiran Kejadian, 345
Selain merujuk pada Alkitab, pembaca juga dapat merujuk pada al-Wa’i, al-Yahud, 15-16; Martin, These were God’s People, 31-34; Delio Toaff, Abraham in Jewish Tradition, SIDIC vo. XXXV N2-3-2002 English Edition, 7-13
Sayyid Mahmud al-Qimni, Nabi Ibrahim; Titik Temu-Titik Tengkar Agama-agama, terj. Kamran As’ad Irsyady (Yogyakarta: LKiS, 2004) 1
John Van Seters, “Abraham,” The Encyclopedia of Religion, vol. 1, ed. Mircea Eliade (New York: Simon & Schuster Macmillan, 1993) 15
FE. Peters, Judaism, Christianity, and Islam, vol. 1, 21. Dalam tradisi Palestina Kuno, El dianggap sebagai figur dewa bapak. El berasal dari bahasa Kanaan kuno yang berarti dewa. Secara linguistik, kata ini dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dengan Elohim dan kata Arab al-Ilâh (Tuhan, atau Tuhan yang Esa) dimana kata Allâh itu diturunkan. Kata El juga digunakan sebagai identitas umum yang menunjukkan ilah-ilah Rafidin (Transoxania) kuno. Dan salah satu gelas tradisional El adalah El-Shaddai (El Pegunungan). El juga merupakan sebutan dari El Eliyon (Tuhan Yang Mahatinggi) atau El dari Bet-El. Lih. Dirk, Ibrahim, 81-82; al-Qimni, Nabi Ibrahim, 45; Karen Armstrong, Sejarah Tuhan; Kisah Pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam selama 4000 Tahun, cet. Ketiga, terj. Zainul Am (Bandung: Penerbit Mizan, 2001) 41; Lempp, Tafsiran Kejadian, 352
Lempp menafsirkan pohon ini dengan pohon ek. Kata pohon ini tidak menyatakan jenis pohon, melainkan pohon suci seperti pohon beringin di Indonesia yang sering menjadi tempat kuburan untuk nenek moyang dan dianggap suci. Lih. Lempp, Tafsiran Kejadian, 30; bandingkan dengan Pareira, Abraham, 32
ibid, 31
Inisiatif ini didasarkan pada silsilah keluarga Sarai, bahwa ia adalah anak ayahnya dari ibu yang berbeda. Lih. Kej. 20:12
Kej. 12:11-20; al-Qimni, Nabi Ibrahim, 70-71; Lempp, Tafsiran Kejadian, 47-48; dan Dirk, Ibrahim, 102-103; Pareira, Abraham, 38-45
Hebron berasal dari bahasa Ibrahin, cheber, yang berarti teman, kawan dan sahabat. Dewasa ini disebut al-khalîl atau al-khalîl al-rahmân. Nama ini dinisbatkan kepada julukan Ibrahim: khalîl Allâh. Hebron terletak sekitar 36 km di sebelah selatan jalan raya dari Yerussalem Bersyeba. Sedangkan Mamre disebut ramet al-khalîl (bukit sahabat Allah), suatu kelompok pohon-pohon suci terletak sekitar 3 km dari Hebron. Lebih jelas lih. Lempp, Tafsiran Kedjadian, 353-354; Pareira, Abraham, 4
Pada saat itu, negeri-negeri taklukan Raja Sodom adalah Amrafel Raja Sinear, Anokh Raja Elasar, Kedorlaomer Raja Elam dan Tideal Raja Goyim bersekutu melawan Bera Raja Sodom, Birsya Raja Gomora, Syinab Raja Adma, Syemeber Raja Zeoim dan Zoar Raja Bela. Dalam peperangan ini, pihak Raja Sodom beserta sekutunya kalah dan seluruh harta bendanya dirampas termasuk di dalamnya Lot, saudara Ibrahim. Lebih jelas lih. Kej. 14:1-12
Kej. 14:14-16
Hal ini dilakukan Malkisedek karena dia merasa mendapatkan keuntungan dengan kemenangan Abrahim atas mush-musuhnya. Lih. Lempp, Tafsiran Kedjadian, 99-100
Kej. 12:1; 13:14; 15:1; 17:1-27; 18:1-16a; 21:1-7; 22:1-19
Marshall GS Hodgson, The Venture of Islam; Imandan Sejarah dalam Peradaban Dunia; masa Klasik Islam, Buku Pertama: Lahirnya Sebuah Tatanah Baru, terj. Mulyadhi Kartanegara, cet. Kedua (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002) 229; Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi; Sebuah Biografi Kritis, terj. Sirikit Syah, cet. Kedua (Surabaya: Penerbit Risalah Gusti, 2001) 77; idem, Sejarah Tuhan, 191; Syaikh Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terj. Kathur Suhardi, cet. Kesembilan (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000) 86-87
Manâ’ al-Qattân, Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur’ân (Beirut: Mansyûrât al-‘Ashr al-Hadits, tt) 354
Dirk, Ibrahim, 29-30
QS. 6:75-79; Dirk, Ibrahim, 41-47
Dirk, Ibrahim, 48-51; FE Peters, Judaism, Christianity, and Islam, vol. 1, 31-33
Kebiasaan masyarakat pada masa Ibrahim hidup adalah mengadakan pesta adat panen raya di luar kota dimana sebelumnya mereka telah mempersiapkan sesajen untuk berhala-berhala untuk mereka makan setelah pesta selesai. Ibrahim tidak pernah mau mengikuti acara pesta tersebut seumur hidupnya dan selalu memberi alasan tertentu ketika diajak untuk ikut pesta. Muhammad Ahmad Jid al-Mawlâ, Qishash al-Qur’ân (Beirut: Maktabah al-Turâts al-Islâmî, 1984) 41; Dirk, Ibrahim, 54-56; QS. 32:58 dan 37:83-99
Namrud adalah putra Kanaan putra Kush. Lebih jelas lih. al-Mawlâ, Qishash al-Qur’ân, 47; al-Qimni, Nabi Ibrahim, 40-41; Dirk, Ibrahim, 58
Dirk, Ibrahi, 62
QS. 29:26
Perjalanan Ibrahim bersama Hajar dan Ismail dapat dilihat pada Dirk, Ibrahim, 126-131; al-Mawlâ, Qishash al-Qur’ân, 52-54
Menurut Dirk, perintah mendirikan Baitullah itu terjadi pada perjalanan Ibrahim ke Makkah yang kelima. Lih. Dirk, Ibrahim, 194
ibid, 196
QS. 22:26-32; lih. Dirk, Ibrahim, 199
QS. 2:124-129 dan 22:26-32
Israel di sini dapat diartikan sebagai Ya’kub, sebelum namanya diganti oleh Allah menjadi Israel. Lih. Kej. 32-28
Mezbah di Sikhem dalam Kej. 12:7; di Mamre dekat Hebron dalam Kej. 13:18; dan di Gunung Moria dalam Kej. 22:9. Lihat peta
Lempp, Tafsiran Kedjadian, 31
Rm. 4 dan Gal. 3
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 43-58, 86-87; Hodgson, The Venture of Islam, 229; Armstrong, Muhammad Sang Nabi, 77; ibid, Sejarah Tuhan, 191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar